Monday

“Bukan ketika diomeli, dimarahi, dicereweti yang menyakitkan. Itu sih tandanya orang lain masih sayang. 
Yang lebih menyakitkan adalah: saat orang lain memutuskan sudah tidak peduli lagi. Ditegur tidak, disapa juga tidak, didiamkan saja. Dianggap tidak ada.”
 
Tere Liye
Continue reading........

The Mainstream

Aliran mainstream bisa dibilang sebagai aliran yang mengikuti arus. Menurut wikipedia, mainstream is the common current thought of the majority. Ngikutin arus umum mayoritas orang gitu ya. 
Menurut Kamus Slang, mainstream adalah lifestyle atau benda yang lalu dijadiin kebiasaan yang sangat UMUM dilakukan oleh setiap orang, dan diksi ini bisa digunakan pada kalimat seperti: 


Oke. Nggak akan ngomongin BB kok ^^v
Ternyata selain di dunia per-handphone-an, mainstream juga dibahas di Al-Quran sebagai golongan kebanyakan. Yang mayoritas, yang sepertinya baik (atas asas suara terbanyaklah yang menang) belum tentu beneran baik ya.
“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian di jalan Allah.” 
QS Al-An’am: 116
Beberapa karakter orang mainstream yang dibahas di Al-Quran antara lain:
  1. “… Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
    QS Al-Baqarah: 243
  2. “… Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
    QS Al-A’raf: 187
  3. “… Dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu lengah terhadap tanda-tanda kekuasaan Kami.”
    QS Yunus: 92
  4. “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia di dalam Al-Quran ini setiap macam perumpamaan, tetapi kebanyakan manusia tidak menyukai selain mengingkari.”
    QS al-Isra: 89
  5. “Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabb-nya.”
    QS ar-Rum: 8
  6. “… Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
    QS Yunus: 36
  7. “… Dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu benar-benar fasik.”
    QS Al Maidah: 49
There.. masih termasuk golongan apa kita? mainstream kah, atau anti-mainstream? ini bukan sekedar tentang memilih smartphone tapi memilih sikap terhadap Allah. Allah tidak akan rugi bila kita memilih untuk jadi golongan mainstream atau sebaliknya. Allah menghendaki hamba-Nya yang beriman agar tetap dalam keimanan dan melakukan amal saleh, meskipun amat sedikit yang membersamainya.
Allah berfirman lagi,
“… Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.”
QS Shad: 24
Which one are you?

Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus.


reblogged from tumblr 
Continue reading........

Harus nunggu sempurna dulu?

Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
 
"Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku.  
 
Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya. Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan.
 
Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. Bertaqwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim." [Mawai’zh lilImam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185-187]
 
 
repost from note ITJ
Continue reading........

Allah SWT Menjawab Al-Fatihah Kita

Banyak sekali orang yang cara membacanya tegesa-gesa tanpa spasi, dan seakan-akan ingin cepat menyelesaikan shalatnya, padahal di saat kita selesai membaca satu ayat dari surah Al-Fatihah tersebut, Allah menjawab setiap ucapan kita.

 Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT ber-Firman :

“Aku membagi Shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk Hamba-Ku”.
Artinya, tiga ayat diatas Iyyaka Na’budu Wa iyyaka nasta’in adalah Hak Allah, dan tiga ayat kebawahnya adalah urusan Hamba-Nya.
Ketika Kita mengucapkan “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin”, Allah menjawab: “Hamba-Ku telah memuji-Ku”.
Ketika kita mengucapkan “Ar-Rahmanir-Rahim”, Allah menjawab: “Hamba-Ku telah mengaagungkan-Ku”.
Ketika kita mengucapkan “Maliki yaumiddin”, Allah menjawab: “Hamba-Ku memuja-Ku”
Ketika kita mengucapkan “Iyyaka na’ budu wa iyyaka nasta’in”, Allah menjawab: “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”.
Ketika kita mengucapkan “Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhooliin”, Allah menjawab: “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku. Akan Ku penuhi yang ia minta.”
(H.R. Muslim dan At-Turmudzi)

Berhentilah sejenak setelah membaca setiap satu ayat. Rasakanlah jawaban indah dari Allah karena Allah sedang menjawab ucapan kita. Selanjutnya kita ucapkan “Aamiin” dengan ucapan yang lembut, sebab Malaikat pun sedang mengucapkan hal yang sama dengan kita.

Barang siapa yang ucapan “Aamiin-nya” bersamaan dengan para Malaikat, maka Allah akan memberikan Ampunan kepada-Nya.”. (H.R Bukhari, muslim, Abu Dawud dan An-Nas).



Reblogged from tumblr
Continue reading........

Thursday

Belajar Agama, Kewajiban yang Acapkali Terabaikan

Sebagian orang tua sangat senang jika anaknya bisa belajar sampai jenjang lebih tinggi. Tapi sedikit yang peduli akan pendidikan agama pada anak. Jika anak tidak bisa baca Al Qur’an tidaklah masalah, yang penting bisa menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Jika anak tidak paham agama tidak apa-apa, yang penting anak bisa komputer. Jadilah anak-anak muda saat ini jauh dari Islam, tidak bisa baca Qur’an, ujung-ujungnya gemar maksiat ditambah dengan pergaulan bebas yang tidak karuan dipenuhi dengan narkoba, miras, etc.

Mesti Sadar bahwa Belajar Agama itu Penting
Baik selaku orang tua dan anak, kita mesti sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting.

Kita bisa jadi terjerumus dalam syirik karena tidak tahu bahwa jimat, rajah, dan azimat termasuk kesyirikan karena adanya ketergantungan hati pada selain Allah pada sebab yang tidak terbukti dengan dalil dan bukti eksperimen. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad, shahih).

Kita pun bisa berwudhu dengan tidak sempurna ketika tidak tahu bagaimanakah wudhu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wudhu yang tidak sempurna akan merembet pada shalat yang jadi bermasalah. Lihatlah di antara ancaman bagi orang yang tidak berwudhu sempurna seperti yang tumitnya tidak terbasahi air, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasahi wudhu) dari (ancaman) neraka.” (Muttafaqun ‘alaih)

Begitu pula shalat yang tidak beres seperti terlalu ‘ngebut’ (alias: cepat), akhirnya menjadikan shalat tidak sah karena tidak adanya thuma’ninah. Dari Zaid bin Wahb, ia berkata bahwa Hudzaifah pernah melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. Hudzaifah lantas berkata,
مَا صَلَّيْتَ ، وَلَوْ مُتَّ مُتَّ عَلَى غَيْرِ الْفِطْرَةِ الَّتِى فَطَرَ اللَّهُ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم -
Engkau tidaklah shalat. Seandainya engkau mati, maka engkau mati tidak di atas fitroh yang Allah fitrohkan pada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Bukhari). Shalat orang yang ngebut-ngebutan, inilah yang dikatakan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang mencuri dalam shalatnya. Disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً ، الَّذِي يَسْرِقُ صَلاَتَهُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُهَا ؟ قَالَ : لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلاَ سُجُودَهَا.
Sejelek-jelek manusia adalah pencuri yaitu yang mencuri shalatnya.” Para sahabat lantas bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa dikatakan mencuri shalatnya?” “Yaitu mereka yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Ahmad, hasan). Sayang seribu sayang, hanya sedikit yang tahu kalau thuma’ninah (bersikap tenang dalam shalat, tidak cepat-cepat) merupakan bagian dari rukun shalat yang jika tidak terpenuhi akan membuat shalat menjadi batal.

Fenomena lain, sebagian pria begitu bangga dapat berhias diri dengan emas. Ketika ditanya kenapa menggunakan emas, malah dijawab, “Apa salahnya menggunakan emas? Emas itu sah-sah saja untuk cowok.” Padahal telah disebutkan dengan tegas dalam hadits Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا
Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria.” (HR. An Nasai dan Ahmad, shahih). Kenapa emas hanya boleh untuk wanita? Jawabnya, karena wanita lebih butuh berhias dibanding pria.
Pemuda yang lebih kenal agama tentu lebih patuh dan berbakti pada orang tua dibanding pemuda yang sering ugal-ugalan.
Ini semua di antara akibat dari tidak paham agama. Kita selaku seorang muslim mesti paham akan agama kita sendiri yang kita butuhkan setiap harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekedar mengekor orang-orang atau membangun ibadah bukan di atas pijakan dalil atau sekedar mengekor budaya non muslim. Seorang muslim mesti belajar sehingga keadaan dirinya bisa jadi lurus dan berada dalam tuntunan yang benar dalam beragama. Ingatlah bahwa Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, shahih)
Ilmu agama yang terpenting kita pelajari adalah berbagai ilmu yang wajib, itu yang utama dan mesti didahulukan. Yaitu dengan ilmu ini seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan menerjang yang haram. Ini berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang benar, tauhid yang tidak ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya sesuai yang Rasul kita ajarkan, dan seterusnya.

Berilmu Sebelum Beramal
Selaku seorang muslim, kita dituntut untuk berilmu sebelum beramal. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Ucapan istigfar termasuk amalan. Dalam ayat ini kita diperintahkan berilmu dahulu, lalu beramal. Berdasarkan dalil ini, Imam Bukhari berkata, “Al ilmu qoblal qoul wal ‘amal, artinya ilmu sebelum berkata dan beramal.” Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud perkataan Bukhari adalah ilmu merupakan syarat sah perkataan dan amalan. Jadi ucapan dan amalan tidaklah dianggap kecuali didahului ilmu.” (Fathul Bari, 1: 160).

Dari sini tidak tepat kebiasaan sebagian kita yang sudah beramal, lantas berkata, “Amalanku sudah sesuai ajaran Rasul atau belum yah?” Seharusnya yang ia lakukan sebelum beramal adalah belajar dan kaji amalan itu terlebih dahulu. Jika ada tuntunan dari Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- barulah dilaksanakan.

Belajar Agama Menuai Berbagai Kemuliaan
Jika seseorang mau duduk di majelis ilmu, maka sungguh ia akan menggapai banyak kemuliaan.
Orang yang menuntut ilmu berarti telah mendapatkan warisan para nabi karena para nabi tidaklah mewariskan harta maupun uang, yang mereka wariskan adalah ilmu agama. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, shahih)
Yang lain dari itu, ilmu bisa kekal sedangkan harta bisa binasa. Ketika ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain, maka pahalanya akan terus mengalir meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik ilmu tadi berupa ceramah agama atau berupa tulisan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)
Orang yang belajar agama, merekalah yang dikehendaki kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka Allah membuatnya faqih (paham) agama.” (Muttafaqun ‘alaih). Ibnu ‘Umar berkata, “Faqih adalah orang yang zuhud di dunia selalu mengharap akhirat.” (Syarh Ibnu Batthol).
Terakhir, menuntut ilmu agama adalah jalan mudah menuju surga sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang menemuh jalan menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Tidak Ada Alasan untuk Enggan Belajar
Kita sebagai seorang muslim jangan sampai memiliki sifat yang hanya tahu seluk beluk ilmu dunia, namun lalai dari ilmu agama. Walau kita seorang pelajar umum, kita punya kewajiban untuk belajar agama. Begitu pula dengan seorang pekerja kantoran atau engineer punya kewajiban yang sama. Meskipun sebagai direktur, atasan, dan gubernur sekalipun masih punya kewajiban untuk mempelajari Islam lebih dalam, apalagi untuk memahami ilmu Islam yang tidak bisa tidak wajib dipelajari. Janganlah kita menjadi orang-orang sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat benar-benar lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).
Sebenarnya tidak ada alasan untuk enggan belajar agama. Jika memang kita sulit hadir di majelis ilmu karena kesibukan, berbagai media saat ini telah memudahkan kita untuk belajar. Luangkanlah waktu untuk memanfaatkan media-media tersebut. Banyak di antara saudara kita yang telah menyusun buku, buletin, mading, atau tulisan yang dikirim via email dan milis, dan itu semua bisa jadi sarana yang membantu untuk belajar. Namun jika punya kesempatan, berusahalah meluangkan waktu untuk belajar langsung dari seorang guru karena ilmu yang diserap akan lebih baik dan mudah dipahami.

Tidak ada kata terlambat untuk belajar karena banyak ulama yang baru belajar ketika usia di atas 40-an. Dan jangan menunda-nunda waktu karena entar sore atau esok pagi, kita tidak tahu apakah Allah masih memberikan kita kesempatan untuk berada di dunia ini.
Semoga Allah senantiasa memberi hidayah demi hidayah.

Ditulis oleh saudaramu yang mencintaimu karena Allah.
Riyadh, KSA, 6 Rajab 1433 H
oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Reblogged from islamdiaries
Continue reading........

Tak Putus Berharap

Pernah mendengar motivasi seperti ini? "Semua tergantung pada Anda. Bergantunglah pada diri sendiri. Andalah yang menentukan." Tampaknya kalimat ini sangat bagus, tetapi jika kita mengingat do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, justru kita mendapati tuntunan yang berkebalikan dengan motivasi tersebut.

Mari kita ingat sejenak do'a berikut:


"اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ"

"Ya Allah, rahmat-Mu yang kuharapkan. Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau." Do'a dari hadis shahih riwayat Abu Dawud.

Do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini mengingatkan kita kepada do'a lainnya riwayat Tirmidzi dan Ahmad:


"اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ"

"Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku dari yang Engkau haramkan. Dan cukupkanlah (kayakan) aku dengan keutamaan rezeki-Mu sehingga tidak perlu aku kepada selain-Mu." (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Keduanya adalah do'a. Sebuah do'a, di satu sisi adalah permohonan kepada Allah Jalla wa 'Ala. Di sisi lain, ia adalah ikrar kepada Allah Ta'ala. Kedua do'a tersebut mengajarkan kepada kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh seraya memohon pertolongan kepada Allah Jalla wa 'Ala agar tidak bergantung kepada siapa pun, selain hanya kepada Allah Ta'ala. Bahkan kepada diri sendiri pun, tidak bergantung kepadanya.

Kita masing-masing akan mempertanggung-jawabkan seluruh amal kita, zahir maupun batin. Tetapi ini bukan berarti perintah untuk bergantung kepada diri sendiri. Sungguh, di antara ketergelinciran manusia adalah menjadikan diri sendiri sebagai tempat bergantung. Ia melihat kuatnya kehendak dan pikiran sendiri sebagai penentu segala sesuatu. Ia lupa kepada Yang Menggenggam Hati, Allah Ta'ala.

Sebagian manusia melihat peristiwa-peristiwa alam yang luar biasa, lalu ia merasa kecil di hadapan alam semesta, kemudian tunduk kepadanya. Dan di antara manusia ada yang menjadikan diri sendiri serta alam semesta sebagai kekuatan terbesar yang amat menentukan. Astaghfirullahal 'adzim. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari terkelabuinya diri (ghurur) terhadap apa yang tampaknya benar, tetapi hakekatnya sangat batil.

Maka, marilah kita tak bosan-bosan memanjatkan do'a sepenuh kesungguhan seraya menghayati apa yang kita mintakan kepada Allah Ta'ala:


"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"

"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."

Sesungguhnya persepsi tak mengubah realitas. Disebabkan oleh persepsi, apa yang benar dapat tampak batil di mata kita. Begitu pun sebaliknya, apa yang batil dapat saja tampak benar. Dan jalan yang membawa kita pada kejayaan di dunia dan keselamatan di akhirat hanyalah jalan yang sungguh-sungguh benar.

Maka, yang paling penting dalam menjalani hidup ini bukanlah persepsi kita, tetapi pengetahuan, pemahaman dan ketundukan hati untuk jalan yang lurus; kebenaran yang benar-benar sesuai tuntunan. Bukan kita mempersepsi benar, padahal batil. Ini mengharuskan kita untuk senantiasa belajar mengilmui apa yang kita lakukan, terlebih dalam masalah agama. Tanpa mengilmui, kita hanya akan mengikuti persangkaan (zhan) semata.

Do'a ini juga sekaligus pelajaran kepada kita bahwa kebenaran itu ada, kebatilan itu ada. Jalan yang lurus itu ada, jalan sesat pun ada. Sungguh, siapa yang sesat akan celaka untuk selama-lamanya. Amat besar kerugiannya. Maka kita berdo'a kepada Allah Ta'ala, setiap hari, agar ditunjuki jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Bukan jalan mereka yang dimurkai. Bukan pula jalan mereka yang sesat.

Marilah kita renungkan sejenak do'a yang kita ucapkan setiap kali kita shalat, dalam surat Al-Fatihah yang kita baca di setiap raka'atnya:


اهدنا الصراط المستقيم

"Tunjukilah kami jalan yang benar."


صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."


Maka, bagaimana kita merasa telah mendirikan shalat dan menegakkannya, jika kita mengingkari ada yang lurus dan ada yang sesat?

Bukan hak kita untuk menganggap sesat kepada siapa pun yang kita kehendaki. Tapi bukan hak kita juga untuk membantah Allah Ta'ala terhadap apa yang dinyatakan-Nya sebagai sesat dan dimurkai. Maka, sepatutnya kita mengilmui tentang jalan yang lurus dan jalan yang sesat.

Semoga kita tidak termasuk golongan yang mendukung kesesatan, padahal telah nyata kesesatannya. Semoga pula kita tak termasuk yang merasa diri sendiri sebagai yang paling benar. Sembari berusaha untuk menapaki jalan yang benar, kita telisik diri barangkali amat banyak kesesatan dalam diri kita yang berkerak. Sedemikian tebalnya kerak kesesatan itu dalam diri kita sehingga meradang jika diingatkan.

Berhati-hatilah dari terhadap mudah tersinggungnya diri saat ada yang membicarakan kesesatan. Di antara sebab terjatuhnya seseorang menjadi liberal adalah karena amat tak suka mendengar kata sesat, lalu tergelincir lebih jauh sehingga menganggap semua agama benar.

Jika ada perbedaan pendapat, maka marilah kita belajar bertutur dengan hujjah yang jelas, penjabaran yang tuntas dan penuturan yang baik. Marilah kita kenang betapa cantik cara Imam Syafi'i berbeda pendapat dengan guru maupun muridnya. Inilah berhimpunnya faqih dan taqwa.

Allah Ta'ala Yang Maha Tahu. Nasehati saya dengan kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang. Tawashau bil haq, wa tawashau bish-shabr, wa tawashau bil marhamah.



Repost from twitter kupinang 
Continue reading........

Agar tak tertipu persepsi diri sendiri


Mari sejenak kita tundukkan hati seraya berdo'a dengan penuh kesungguhan:

"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"

"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."

Inilah do'a untuk memohon kepada Allah Ta'ala penjagaan dari mempersepsi kebatilan sebagai kebenaran. Kita berlindung dari salah persepsi. Maka bagi seorang mukmin, do'a ini juga peringatan bagi diri sendiri agar tidak memperturutkan persepsi. Harus senantiasa kita uji. Kita memohon petunjuk dari Allah Ta'ala dan kekuatan agar tak terperosok dalam ghurur (terkelabuinya diri) dari menyangka bahwa yang penting dari segala sesuatu adalah bagaimana kita mempersepsi. Dalam do'a ini, kita justru memohon agar tak tertipu oleh persepsi.

Jika mereka berkata yang penting bagaimana kita mempersepsi, maka do'a ini mengajarkan agar kita berhati-hati dari mengikuti persepsi. Jika mereka mengajarkan, persepsi adalah realitas. Maka, dalam do'a ini kita justru belajar agar tak salah memahami realitas. Jika hakekat sesungguhnya dari realitas itu bathil, maka kita perlu berjuang mengubah realitas. Mengubah persepsi tak mengubah hakekat.

Mengubah persepsi terhadap keburukan tidak mengubah keburukan jadi kebenaran. Ia hanya mengubah keyakinan kita sehingga rabun kebenaran. Maka, sebagai konsekuensi dari do'a kepada Allah Ta'ala, kita perlu senantiasa berusaha mengilmui agar tidak tertipu oleh persepsi diri. Kita juga perlu berjuang dengan sungguh-sungguh agar tak mudah mengikuti pendapat dari kebanyakan manusia.

Ingatlah kata aktsaruhum (أكثرهم kebanyakan dari mereka) dalam Al-Qur'an selalu diikuti oleh sifat buruk. Misal: aktsaruhum la ya'qilun. Contoh lain: aktsaruhum la yasykurun (kebanyakan manusia tidak bersyukur). Aktsaruhum la ya'lamun (kebanyakan mereka tidak mengetahui).

Dalam do'a tersebut, kita juga memohon rezeki kepada Allah Ta'ala untuk dimampukan mengikuti kebenaran. Menjalankan secara serius. Betapa banyak orang yang mengetahui kebenaran, tetapi justru berjalan menjauhinya. Maka, kita memohon kekuatan kepada Allah Ta'ala.

Kita juga memohon kepada Allah Ta'ala agar ditunjukkan bahwa yang batil itu batil sekaligus memohon rezeki berupa kemampuan menghindari.

Sekali lagi, ini semua pelajaran penting bagi kita agar tak tertipu oleh persepsi kita. Bukan persepsi yang terpenting kita kelola. Kita harus tak putus-putus memohon petunjuk dan belajar mengilmui agar mengetahui hakekat kebenaran, Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah panduannya.

Semoga catatan sederhana ini bermanfaat. Semoga kita tidak terperosok ke dalam golongan yang terkelabui oleh persepsi diri sendiri.



Repost from twitter kupinang
Continue reading........