Penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak
ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia
berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526
dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih). Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu
orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk
dan merendahkan diri. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabadh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu
wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan
urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Adapun do’a berbuka yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin yaitu,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”
Riwayat di atas dikeluarkan oleh Abu Daud
dalam sunannya no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang
tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits
mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh
Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul
Gholil, 4/38)
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh
Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if
yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang
dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al
Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)
Kesimpulannya: do’a
“Allahumma laka shumtu …” berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas yang hendaknya
jadi pegangan dalam amalan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Reblogged from stoenitself
No comments:
Post a Comment